by : kasmadi
Sebagai anak betawi tidak afdhol kalau tidak mengetahui sejarah kotanya : Jakarta. Selama liburan lebaran sekeluarga menghabiskan seharian menikmati kota tua, salah satunya museum fatahilah.
Sejarah kota Jakarta diperkirakan dimulai sekitar 3500 SM, yang diawali dengan terbentuknya pemukiman sejarah di sepanjang daerah aliran sungai Ciliwung. Seiring berjalannya waktu, Jakarta berkembang demikian pesatnya sesuai dengan predikatnya sebagai ibu kota negara. Pembangunan gedung-gedung pencakar langit dibangun di setiap sudut kota. Namun dibalik kemegahannya ternyata di salah satu sudut wilayah Jakarta masih menyimpan bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai sejarah yaitu kawasan kota. Keberadaannya justru merupakan kelebihan yang dimiliki Jakarta dan aset bernilai tinggi, salah satunya adalah Museum Fatahillah
Berjalan kearah utara dari stasiun kota sekitar 300 meter atau kira-kira 10 menit berjalan kaki, kita akan menemui Museum Sejarah Jakarta atau sering disebut Museum Fatahillah. Di daerah tersebut juga terdapat lapangan yang luas yaitu Taman Fatahillah, sebuah alun-alun besar yang dikelilingi bangunan tua bersejarah. Berlokasi di kawasan bersejarah Taman Fatahillah Jakarta Kota, Museum Fatahillah diresmikan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 30 Maret 1974. Bangunan bergaya arsitetur kuno abad-17 menempati areal tanah seluas 13 ribu meter persegi.
Dahulu bernama Stadhuis atau Stadhuisplein, digunakan sebagai Balai Kota, pusat pemerintahan Belanda saat berkuasa di Indonesia. Di bagian dalam museum ini, ditampilkan sejarah Jakarta dari masa ke masa, selain itu juga dipamerkan hasil penggalian arkeologi, replika peninggalan masa Tarumanegara dan Padjajaran. Museum ini juga terkenal memiliki koleksi yang tak ternilai harganya, yaitu meubel antik abad ke-17 dan 19, yang mencerminkan perpaduan gaya Eropa, Cina dan Indonesia, gaya hidup masyarakat Batavia waktu itu.
Meskipun ada juga keramik, gerabah hingga batu prasasti. Koleksi lainnya adalah logam zaman VOC, aneka dacin / timbangan, perabotan rumah tangga antik dari abad 17-19, benda-benda arkeologi dari masa pra-sejarah, masa Hindu Budha hingga masa Islam, meriam kuno serta bendera dari zaman Fatahillah. Juga terdapat lukisan-lukisan karya Raden Saleh, koleksi benda budaya masyarakat Betawi yang diketahui adalah merupakan masyarakat pemula yang bermukim di Jakarta. Koleksi-koleksi ini tersimpan di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin. Bahkan kini juga terdapat patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani, merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang awalnya terletak di perempatan harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis.
Di sebelah timur pintu utama Museum Fatahillah, terdapat sebuah kafe yang bernama Kafe Museum. Kafe ini merupakan sarana pelengkap dari Museum Fatahillah dengan memanfaatkan gedung tua yang berarsitektur kolonial dan penataan interiornya yang disesuaikan, dilengkapi dengan pernak-pernik yang mengingatkan kita pada masa kolonial. Yang menarik dari kafe ini adalah daftar menu makanan yang bernuansa Betawi tempo doeloe dipengaruhi beberapa budaya, seperti Cina, Arab, dan Belanda. Mulai dari Portuguese steak, ong tjai ing, kwee tiaw, tuna sandwich “van zeulen”, “east indies” chef’s, soup “Ali Martak”, sampai ikan bawal “si pitung” dan pisang goreng “Nyai Dasima” tersedia di kafe ini. Jika ingin merasakan bagaimana suasana interaksi sosial pada jaman Belanda, tidak ada salahnya untuk mampir dan menghabiskan waktu di kafe museum. Kafe ini pada saat-saat tertentu akan menyajikan traditional live music seperti tanjidor, orkes keroncong, gambang kromong, dan aneka tarian betawi, terlebih jika ada even-even khusus.