by kasmadi
Ujian Nasional masih tiga bulan lagi, tetapi gaungnya sudah membahana ke seluruh sekolah baik di kota-kota maupun dipelosok desa. Sebagai tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran, ujian nasional masih sangat diperlukan guna mengetahui kualitas pendidikan Indonesia. Begitu alasan yang sering didengar dan dirilis surat kabar nasional. Pemerintah memerlukan (mungkin ini alasan politis) input dari penyelenggaraan ujian nasional sebagai dasar kebijakan disalah satu sektor pendidikan. Alasan tersebut bisa saja diterima.
Ujian nasional sebenarnya tidak menggambarkan kualitas pendidikan secara komprehensif. Dengan hanya menguji enam mata pelajaran untuk mengukur kualitas pendidikan ditingkat sekolah menengah atas. Ada unsur menafikan peran sekolah (baca: guru), disamping kemampuan (keragaman intelegensi/multiple intelegency). Sepertinya ranah psikomotor dan afektif diabaikan begitu saja, sedang yang diuji hanya ranah kognitif.
Nah, black in news-nya ujian nasional seharusnya tidak menjadi penentu kelulusan seorang siswa. Wah, memang betul itu mas. Namun kenyataannya dilapangan berbicara lain. Jika seorang siswa mendapat nilai 4,00 pada mata pelajaran matematika, sementara 5 pelajaran lain mendapat nilai di atas 7 anak tersebut tetap saja dinyatakan tidak lulus.
Dengan kondisi yang demikian, maka pihak sekolah mati-matian memprogramkan tryout. Kalau saja sekolah mau mengajarkan teknik-teknik jitu mensukseskan ujian nasional dengan elegan dan jujur. Tanpa diracuni usaha yang haram (meniru fatwa ulama kali), pasti sekolah itu akan mendapatkan blackinovation awards ......
to be continued
No comments:
Post a Comment