by kasmadi
Sebagai warga dunia pendidikan, agak bingung juga dengan kebijakan sporadis yang dikeluarkan pemerintah melalui BSNP : Ujian Nasional Ulang. Sebuah kebijakan yang amat membingungkan tersebut menjadi antiklimaks dari proses yang "berdarah-darah" bagi civitas pendidikan. Guru, murid dan orang tua murid mungkin bertanya-tanya, ada apa gerangan?
Ujian Nasional yang yang sudah berlangsung telah melalui proses panjang dan meletihkan bagi semua pihak yang terlibat langsung di dalamnya. Terlepas dari peristiwa accidental seperti kecurangan, lembar jawaban yang tidak dapat diproses atau mungkin kesalahan cetak soal, sepatutnya Ujian Nasional tidak perlu ada pengulangan. Prosedur yang biasa dan formal adalah Ujian Nasional Utama dan Ujian Nasional Susulan. Kalaupun terjadi kecurangan dalam prosesnya, maka tindakan yang harus diambil adalah menyelidiki kecurangan tersebut dan menindaklanjuti melalui proses hukum. Bukan mengulang! Hal ini menghancurkan kredibilitas pemangku kebijakan dalam hal ini DIKNAS.
Entah persoalan apa yang terjadi sampai ada pengulangan Ujian Nasional? Sebagai guru, tulisan ini bisa saja mewakili sikap guru lainnya yang setuju tidak diulangnya Ujian Nasional. Kalaupun ada sekolah yang 100% tidak lulus, artinya memang proses pembelajaran di sekolah tersebut yang gagal. Apa artinya, pemerintah ngotot ada Ujian Nasional kalau pada akhirnya ada kebijakan yang kontraproduktif tersebut.
Biarkan seleksi alam yang berlaku, sebagai sarana pembelajaran untuk semuanya. Bahwa ketidaklulusan seseorang pada ujian adalah proses alami jika dilakukan dengan benar. Kebocoran Ujian Nasional yang terjadi selama Ujian Nasional dilaksanakan rasanya bukan rahasia lagi. Meskipun kita menutup-nutupi kebobrokan tersebut, padahal masyarakat sudah sangat paham terjadi kecurangan tersebut. Perlu ditindak lanjuti adalah bagaimana meminmalisir kecurangan tersebut dengan menanamkan sikap jujur, mandiri dan bertanggung jawab kepada anak didik. Selain itu perlu juga dikurangi sikap yang menuntut anak harus lulus dengan nilai tinggi apapun caranya kepada masyarakat terutama orang tua murid. Tidak ada lagi penekanan para pejabat di daerah kepada kepala sekolah bahwa sekolahnya wajib 100% lulus.
Demikian sara hati dari seorang guru yang miris atas nasib pendidikan Indonesia. Semoga pendidikan tidak selalu teracuni kebijakan-kebijakan yang menambah keterpurukan mutu keluaran sekolah di Indonesia.
Sebagai warga dunia pendidikan, agak bingung juga dengan kebijakan sporadis yang dikeluarkan pemerintah melalui BSNP : Ujian Nasional Ulang. Sebuah kebijakan yang amat membingungkan tersebut menjadi antiklimaks dari proses yang "berdarah-darah" bagi civitas pendidikan. Guru, murid dan orang tua murid mungkin bertanya-tanya, ada apa gerangan?
Ujian Nasional yang yang sudah berlangsung telah melalui proses panjang dan meletihkan bagi semua pihak yang terlibat langsung di dalamnya. Terlepas dari peristiwa accidental seperti kecurangan, lembar jawaban yang tidak dapat diproses atau mungkin kesalahan cetak soal, sepatutnya Ujian Nasional tidak perlu ada pengulangan. Prosedur yang biasa dan formal adalah Ujian Nasional Utama dan Ujian Nasional Susulan. Kalaupun terjadi kecurangan dalam prosesnya, maka tindakan yang harus diambil adalah menyelidiki kecurangan tersebut dan menindaklanjuti melalui proses hukum. Bukan mengulang! Hal ini menghancurkan kredibilitas pemangku kebijakan dalam hal ini DIKNAS.
Entah persoalan apa yang terjadi sampai ada pengulangan Ujian Nasional? Sebagai guru, tulisan ini bisa saja mewakili sikap guru lainnya yang setuju tidak diulangnya Ujian Nasional. Kalaupun ada sekolah yang 100% tidak lulus, artinya memang proses pembelajaran di sekolah tersebut yang gagal. Apa artinya, pemerintah ngotot ada Ujian Nasional kalau pada akhirnya ada kebijakan yang kontraproduktif tersebut.
Biarkan seleksi alam yang berlaku, sebagai sarana pembelajaran untuk semuanya. Bahwa ketidaklulusan seseorang pada ujian adalah proses alami jika dilakukan dengan benar. Kebocoran Ujian Nasional yang terjadi selama Ujian Nasional dilaksanakan rasanya bukan rahasia lagi. Meskipun kita menutup-nutupi kebobrokan tersebut, padahal masyarakat sudah sangat paham terjadi kecurangan tersebut. Perlu ditindak lanjuti adalah bagaimana meminmalisir kecurangan tersebut dengan menanamkan sikap jujur, mandiri dan bertanggung jawab kepada anak didik. Selain itu perlu juga dikurangi sikap yang menuntut anak harus lulus dengan nilai tinggi apapun caranya kepada masyarakat terutama orang tua murid. Tidak ada lagi penekanan para pejabat di daerah kepada kepala sekolah bahwa sekolahnya wajib 100% lulus.
Demikian sara hati dari seorang guru yang miris atas nasib pendidikan Indonesia. Semoga pendidikan tidak selalu teracuni kebijakan-kebijakan yang menambah keterpurukan mutu keluaran sekolah di Indonesia.
No comments:
Post a Comment