Friday, February 13, 2009

GURU MARJINAL

by kasmadi


Sepulang dari sekolah sekitar pukul 5.30 petang, sembari rebahan nyoba menonton acara televisi. Biasanya sih nonton SSTI di trans tv, tapi kali ini TVONE. Sambil selonjoran, menikmati acara bertajuk suara rakyat. Seru, serius dan memprihatinkan!!


Tema Guru Honor yang menyedihkan nasibnya tepat sekali menjelang pemilu tahun ini. Dalam tayangan tersebut diwawancarai beberapa guru honor. Entah dalam rangka apa, tapi yang pasti menarik juga karena menyangkut masa depan pendidikan di negeri Archipelago ini. Kegalauan guru honor yang termarginalkan dari perhatian pemerintah menjadi miris hati buat yang peduli akan pendidikan. Mengapa sih terjadi demikian? Wah sama halnya membenahi gulungan benang yang sudah semrawut wasaiwut.

Benar, secara profesi tuntutan atas guru honor dalam bekerja sama persis dengan guru yang berstatus PNS bila di sekolah negeri atau guru tetap bila di sekolah swasta. Beban kerja yang dipkul seorang guru honor di sebuah SMA Negeri misalnya, mulai dari beban tatap muka dikelas, membuat rencana pengajaran, tanggungjawab secara keseluruhan, dan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan profesi keguruan. Lantas? Pertanyaan yang mengemuka yang disampaikan oleh seorang guru honor dalam tayangan tersebut mengapa imbalan yang diperoleh jauh dari harapan.

Persoalan kesejahteraan rupanya tidak pernah terlepas dari seorang guru. Apalagi guru honor yang mungkin dalam 1 jam (lamanya 45 menit) memperoleh imbalan mengajar sebesar Rp. 10.000,00. Kalau guru tersebut mendapatkan jatah 20 jam mengajar dalam seminggu, maka honornya sebesar Rp. 200.000,00/bulan. Mengajar 20 jam seminggu dikali 4 minggu. Tetapi yang diperoleh imbalannya hanya seminggu. Mengajar sebulan dibayar seminggu? Walah dalah, kok bisa? Fakta itu bisa kita temukan di Jakarta, bagaimana nasib para guru sukarelawan di daerah dan daerah terpencil?

Sekolah Negeri yang mempekerjakaan guru honor bisa jadi tidak mampu membayar sesuai harapan, minimal UMR. Ada banyak sebab terjadi demikian, pertama untuk sekolah SDN dan SMPN gaji guru sudah ditanggung pemerintah secara penuh untuk yang PNS dan sekolah tidak boleh memungut biaya apapun dari masyarakat.

Kedua, tuntutan pemenuhan tenaga pendidik yang semrawut bin acakadul pemetaannya. Sehingga manakala suatu sekolah butuh guru, belum tentu guru tersebut bisa langsung ada. Jalan keluarnya kepala sekolah mencari guru honor sendiri yang dibiayai oleh komite sekolah.

Ketiga, karena merasa sudah gratis, masyarakat jadi tidak peduli atas kondisi sekolah yang butuh membayar guru honor.

Sementara pemda sebagai payungnya sekolah menganggap kalau guru honor adalah guru yang diangkat oleh pemda seperti guru PTT di Jakarta, atau guru bantu di daerah-daerah lainnya.

Jangan khawatir teman-teman guru honor, kita tetap harus semangat mengabdi dan mengabdi.
Blackinovationawards for your dedicated! Kita senasib, kawan.

Nah, kepedulian pemerintah dan masyarakatlah yang menjadi tumpuan para guru honor. Bagaimana selanjutnya kita tunggu janji-janji manis para calon presiden di pemilu nanti. Suara rakyat adalah suara TUHAN, presiden!! begitu kata seorang guru honor yang bernama Agus Yuliono mewakili keluhan guru honor Indonesia.

Ternyata Agus Yuliono adalah temanku yang mengajar di SMA 74 jakarta. Boleh jua berani menyuarakan kepentingan guru honor. Bravo, Gus. Autoblackthrough, Bung!!!!

No comments: